Metode Nazhariyah Al-Wahdah sebagai Jalan Pintas “Utama” Pembelajaran Bahasa Arab di Sekolah
Bahasa Arab dasarnya memiliki akar yang kokoh dan telah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Perkembangan Bahasa Arab bermula sejak agama Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke –7. Bahasa Arab pada masa penyebaran Islam awal hanya dipahami sebagai bahasa untuk kegiatan keagamaan yang dengan demikian tidak menjadi bahasa pergaulan yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan perkembangannya bahasa Arab mulai digunakan dalam pengkajian-pengkajian dalam agama Islam, sehingga seiring berjalannya waktu bahasa Arab menjadi daya tarik tersendiri bagi orang-orang yang ingin mempelajarinya.
Bahasa arab memiliki keistimewaan dari bahasa lainnya, dengan nilai kesusastraan yang tinggi dan juga ditakdirkan sebagai bahasa al-Qur’an. Bahasa Arab menjadi bahasa yang banyak digunakan dan menjadi bahasa Internasional. Maka tidak berlebihan jika di Indonesia sebagai negara mayoritas pemeluk agama Islam memasukkan bahasa Arab dalam kurikulum pembelajaran, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Fakta keyakinan dan kenyataan ini menjadikan bahasa Arab memiliki ruang kondusif dalam perkembangannya. Dalam hal ini, pengantar resmi bahasa Indonesia banyak menyerap beberapa kata dari bahasa Arab, sehingga masyarakat Indonesia telah cukup akrab dengan penggunaan bahasa Arab. Walaupun, dalam kenyataan teori dan praktik masih banyak masyarakat Indonesia yang merasa terbebani dalam penggunaan bahasa Arab yang dianggap sebagai budaya yang datang dari luar dan sulitnya pembelajaran bahasa Arab. Masyarakat Indonesia lebih mengapresiasi bahasa Inggris dibanding bahasa Arab, karena dianggap sebagai money language atau bahasa uang yang banyak digunakan di dunia Internasional.
Berbagai keluhan mengenai rendahnya prestasi dalam pembelajaran bahasa Arab sering kita dengar dan baca dalam beberapa penelitian yang ditemukan. Hal ini berkenaan dengan problem-problem pembelajaran bahasa Arab yang kerap kali diungkapkan, baik problem kebahasaan maupun problem non kebahasaan. Berbagai upaya telah dilakukan dalam peningkatan metode pembelajaran bahasa Arab. Adapun salah satu teori populer dalam pembelajaran bahasa Arab adalah Nazhariyah Al –Wahdah (Teori Kesatuan).
Seperti yang kita ketahui, dalam pembelajaran bahasa Arab terdapat dua teori yang diterapkan dalam pembelajaran bahasa Arab, yaitu Nazhariyatul Furu’ yaitu teori cabang atau pemisahan dan Nazhariyah Al –Wahdah yaitu teori kesatuan atau penggabungan. Kedua teori ini memberikan corak dominan terhadap perkembangan pembelajaran bahasa Arab. Teori Nazhariyatul Furu’ banyak diterapkan Indonesia dalam proses pembelajaran bahasa Arab.
Nazhariyatul Furu’ dalam pengertian lengkap adalah teori cabang atau pemisahan materi bahasa Arab. Teori ini membagi pembelajaran bahasa Arab menjadi beberapa pelajaran, misalnya Qawaid, Insya’, Muthala’ah, dan Muhadatsah. Dalam penerapannya, masing-masing materi memiliki buku dan evaluasi-evaluasi tersendiri.
Sedangkan Nazhariyatul Al-Wahdah adalah teori kesatuan yang memandang bahasa Arab adalah satu kesatuan yang utuh, saling berhubungan dan saling berkaitan, bukan cabang-cabang terpisah satu sama lain. Oleh karena itu dalam penerapannya, teori ini memiliki satu buku yang memuat seluruh materi.
Fokus kita tertuju kepada Nazhariyatul Al-Wahdah, karena memiliki beberapa kelebihan dalam pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Arab. Beberapa kelebihan seperti sudut psikologi, teori kesatuan ini sesuai dengan tabiat atau cara kerja otak dalam memandang sesuatu, yaitu dari global ke cabang-cabang. Hal ini mampu membantu menghilangkan kejenuhan siswa dalam pembelajaran bahasa Arab. Dipandang dari sudut kebahasaan, teori kesatuan ini sejalan dengan tabiat bahasa sebagai kesatuan yang utuh.
Pembelajaran bahasa Arab dengan sistem Nazhariyatul Al-Wahdah adalah pembelajaran yang bertujuan memiliki empat kemahiran ketercapaian bahasa, yaitu Istima’ (Mendengar), Kalam (Berbicara), Qira’ah (Membaca), dan Kitabah (Menulis). Teori Nazhariyatul Al-Wahdah semakna dengan teori All in One – System/ Integrated System dalam pembelajaran bahasa Inggris. Unit-unit yang tercakup dalam Nazhariyatul Al-Wahdah, yaitu Hiwar (Percakapan), Tarkib (struktur bahasa), Qira’ah (membaca) dan Kitabah (menulis).
Nazhariyatul Al-Wahdah tidak hanya menekankan pengajaran bahasa, tetapi lebih menekankan pada kemampuan bahasa, baik lisan maupun tulisan terutama untuk tingkat dasar dan menengah, sedangkan tingkat lanjutan, selain pada pengembangan dan peningkatan kualitas kemampuan, juga mulai disajikan pengetahuan teoritis bahasa. Nazhariyatul Al-Wahdah memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
- Semua unit bersumber pada satu silabus dan buku bahasa Arab.
- Semua unit diajarkan dalam alokasi waktu yang sama sebagai waktu pembelajaran bahasa Arab.
- Semua unit diajarkan oleh guru yang sama sebagai guru bahasa Arab.
- Dalam hal penilaian, guru memberikan nilai akhir tidak untuk setiap unit, melainkan nilai bahasa Arab sesuai dengan tujuan pembelajaran bahasa Arab.
Pendapat mengenai penerapan Nazhariyatul Al-Wahdah cocok diterapkan bagi pemula belajar bahasa Arab atau pada tingkat dasar sampai menengah memang benar. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa di tingkat mahasiswa juga bisa diterapkan Nazhariyatul Al-Wahdah. Pertimbangannya adalah mahasiswa yang menimba ilmu di institusi agama seperti IAIN tidak semuanya berasal dari pondok pesantren, aliyah atau sekolah bercirikan agama yang belum mengenal bahasa Arab. Dalam kesimpulannya penerapan Nazhariyatul Al-Wahdah diharapkan mampu merangkum pembelajaran dalam ketercapaian bahasa Arab.
Sumber :
Nur, Jabal. Konsep Nazhariyatul Wahdah dalam Pembelajaran Bahasa Arab. Jurnal At-Ta’dib, Vol 8(1). 2015