Pembinaan Adat Minangkabau Kepada Siswa ICBS Payakumbuh

Sebuah kesempatan besar bagi santriwan dan santriwati SMP IT Insan Cendekia Boarding School Payakumbuh untuk mengenal, memahami, menggali dan mempraktikkan “Adat basandi syarak – syarak basandi kitabullah” langsung dari praktisinya. Pada kesempatan kali ini SMP IT ICBS di kunjungi oleh H. Damardas, S.Pd Dt. Mangun Nan Putiah dalam sebuah agenda bertajuk niniak mamak masuk sekolah untuk memperkenalkan serta mengedukasi santriwan dan santriwati yang merupakan calon penerus dan pemimpin masa depan bangsa.
Bertempat di komplek putra Padang Kaduduk, santriwan dan santriwati SMP IT ICBS begitu menikmati dan meresapi setiap nasehat yang disampaikan oleh Dt. Mangun Nan Putiah. Tidak jarang datuak ba pantun, ba sisampiang , ba umpamo dan ma ibarat kan sesuatu dalam menyampaikan materinya serta gurauan kecil untuk mencairkan kebekuan suasana belajar agar lebih interaktif. Dalam petatah petitihnya yang kaya akan nasehat itulah H. Damardas, S.Pd Dt. Mangun Nan Putiah yang juga berlatar belakang seorang pendidik (guru, kepala sekolah dan terakhir menjadi pengawas satuan pendidikan) menekankan pentingnya sopan santun dalam pergaulan sehari hari. Etika dalam bergaul ini seyogyanya ditanamkan kepada generasi muda bahkan mulai sejak dini.
Selama 4 hari berturut-turut (mulai dari hari rabu tanggal 23 s/d hari sabtu tanggal 26 oktober 2024) santriwan dan santriwati terpilih mengikuti kegiatan pembinaan ini. Rangkuman materi yang telah diterima oleh santriwan dan santriwati ICSB sebagai berikut :
A. Ukua jangko nan salapan dalam adat yaitu (nak luruih rantangi tali, nak tinggi naiakkan budi, nak haluih baso jo basi, nak mulia tapati janji, nan elok lapangkan hati, nak kokoh paham di kunci, nak labo bueklah rugi dan nak kayo kuek mancari).
B. Kato nan Ampek, yaitu kato mandaki, kato mandata, kato manurun, dan kato malereang.
- Kato mandaki adalah bagaimana kita berbicara dengan orang yang lebih tua dari kita. berbicara dengan orang yang lebih tua pun haruslah penuh sopan santun dan beradat, tidak boleh menggunakan nada tinggi serta menggunakan kata kasar ketika berbicara dengan orang yang lebih tua. Contoh orang yang lebih tua yaitu orang tua, guru, niniak mamak, dan lainnya.
 - Kato mandata adalah bagaimana kita berkomunikasi dengan orang yang sebaya atau orang yang seumuran dengan kita. Selain kepada teman, penggunaan kato mandata juga digunakan kepada orang yang status sosialnya sama dengan kita. Kato mandata dapat digunakan kepada teman sekolah, teman mengaji, dan lainnya.
 - Kato manurun adalah bagaimana caranya kita berkomunikasi dengan orang yang lebih muda. Berbicara dengan orang yang lebih muda pun harus dengan lembut dan dapat menuntun ke arah yang lebih baik. Contoh penggunaannya yaitu adalah orang tua kepada anaknya, guru kepada muridnya, atau mamak (paman) kepada kemenakannya (keponakan).
 - Kato malereang adalah bagaimana cara kita untuk berkomunikasi dengan orang yang dirasa janggal untuk berterus terang dalam mengungkapkan pikiran atau perasaan secara gamblang. Contoh penggunaan dari kato malereang adalah seperti mertua kepada menantunya.
 - Penggunaan kato nan ampek seharusnya senantiasa digunakan setiap harinya guna menghindari diskomunikasi. Apabila seseorang seringkali tidak menerapkan kato nan ampek, maka orang tersebut bisa dicap sebagai orang nan indak tahu dek nan ampek yang memiliki arti orang yang tidak tahu akan yang empat.
 
C. Sistem kekerabatan minangkabau. Sistem kekerabatan di Minangkabau adalah matrilineal, yaitu mengikuti garis keturunan ibu. (nenek, ibu dan anak perempuan). Sistem kekerabatan matrilineal ini memiliki kekuatan yang menjadikannya salah satu faktor yang membuat masyarakat Minangkabau memiliki kohesi yang tinggi. Perempuan Minangkabau memiliki derajat yang tinggi dan memegang peran sentral dalam struktur kekeluargaan. Sistem matrilineal ini juga memudahkan perempuan untuk mengelola harta warisan yang ada di kampung, seperti sawah, ladang, dan rumah gadang.
D. Sumbang menurut adat (sumbang nan 12). Sumbang merupakan segala sesuatu yang salah dan melanggar ketentuan dari adat terutama terkait dengan norma kesopanan. Jadi Sumbang 12 dapat diartikan sebagai 12 larangan yang tidak boleh dilakukan oleh perempuan Minangkabau. Yaitu : sumbang duduk, sumbang tagak, sumbang bajalan, sumbang bakato, sumbang mancaliak, sumbang makan, sumbang berpakaian, sumbang karajo, sumbang batanyo, sumbang manjawek, sumbang bergaul dan sumbang kurenah.
Selanjutnya dilakukan juga praktek ba alua. Masing-masing santri dibekali sebuah teks (berwarna untuk menandai peran) berisi tutur kata yang diucapkan saat alua pasambahan (kata-kata persembahan). Pada sesi praktek santriwan dan santriwati ICBS membentuk kelompok untuk mendemonstrasikan “Alua pasambahan makan ala Payokumbuh” .
Dalam presentasinya Dt. Mangun Nan Putiah menggunakan strategi yang menarik, karena beliau mengerti betul situasi dan kondisi audiens yang masih remaja. Seperti komentar Michaela Putri Lendari & Sarah Intania Handini berikut ini “Belajarnya asyik dan materi yang disampaikan sangat bermanfaat. Ana belajar banyak tentang adab-adab dalam pergaulan, etika yang mulai terkikis dari generasi muda. Trus… ada juga materi tentang kenapa kaum ibu di Minang Kabau memiliki nilai lebih, silsilah kekerabatan yang matrilinear yang mengikuti suku ibu. Lalu… jika ada yang kurang ana fahami Dt. Mangun Nan Putiah juga memberikan contoh yang real dan diumpamakan.”
Di akhir sesi Dt. Mangun Nan Putiah berujar bahwa adat ini harus diperkenalkan kepada generasi muda, diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta kehidupan sosial masyarakat yang harmonis. Berpahala dan menjadi amal jariah pula bagi yang menyampaikannya. Dalam kehidupan ini Agama Islam dan Adat Minang Kabau itu saling mengokohkan “Bak aua jo tobiang, sanda manyanda ka duonyo. Aua indak tumbang, tobiang indak runtuah”. Jika ada kebiasan yang tidak sejalan dengan agama disebut adat yang terlarang/mantaniak seperti mangguntiang dalam lipatan, ba judi jo ba ompok, ma adu sabuang ayam. Ini lah perangai yang harus dijauhi khususnya oleh generasi muda. Dt. Mangun Nan Putiah juga mengabarkan bahwa beberapa bulan lagi akan digelar lomba cerdas cermat budaya & lomba alua pasombahan.
Guru pendamping kegiatan ini ustad M. Raidatul Azmi, S.H.I yang selalu setia dan bersemangat membersamai santri mengungkapkan bahwa pengenalan adat kepada generasi muda ini sangat diperlukan, kalau bisa juga diadakan semacam pelatihan untuk guru-guru agar adat dan budaya Minangkabau ini tetap bisa lestari.
